Tawa dan tangis untuk sebuah kata (sakti) "Pendidikan









Beberapa foto alumnus dari siswa Putra Sampoerna Foundation dan euforianya.

    Seberapakah pentingnya makna pendidikan bagi diri kalian masing-masing yang sudah mendapatkan ilmunya sampai saat ini. Kalau masing-masing dari kalian masih menggangap tidak penting makna pendidikan bagi diri kalian. Mengacalah terlebih dahulu akan kisah-kisah dari beberapa orang yang sangat berusaha untuk mengusahakan pendidikan yang layak bagi diri mereka sendiri. Dimana permasalahan yang masih menghampiri bangsa Indonesia ini, masih di sekitar sektoer perekonomian yang masih belum merata di berbagai stratanya. Sudah saatnya kita yang masih merasa di beruntungkan di sektor yang lebih layak
Malam itu saya bergegas ke Erasmuss Huiss untuk menghadiri pemutaran film, benak saya langsung membayangkan film independent berbahasa asing yang akan diputar, tapi ternyata dugaan saya salah, di meja registrasi saya disodori pamflet bersosok anak-anak Indonesia dengan tag line judul “MENGEJAR IMPIAN”, dan memang kita akan menyaksikan film documenter bertemakan pendidikan hasil karya anak bangsa yang sudah memperkenalkan Indonesia ke berbagai negara lewat kamera , dialah Mba Nia dinata sang sutradara “MENGEJAR IMPIAN”. Tidak panjang lebar, pihak penyelenggara memberitahukan bahwa durasi film ini 48 menit dan setelahnya akan ada diskusi dengan sang sutradara beserta perwakilan dari sampoerna foundation.

Mendokumentasikan kisah nyata 5 org remaja yg berasal dari 5 daerah terpisah, Mereka punya kesamaan: sama-sama cerdas, sama-sama bercita-cita tinggi, sama-sama berasal dari keluarga kurang mampu, dan sama-sama mengimpikan dapat melanjutkan sekolah ke tingkat SMA, makanya mereka berjuang untuk bisa mendapat beasiswa agar dpt melanjutkan sekolah ke tingkat SMA. Bagi keluarga mereka yang tergolong prasejahtera, bersekolah adalah sebuah kemewahan, sayangnya, baik keluarga maupun si anak seringkali memiliki pola pemikiran “Tidak sekolah pun tidak mengapa asal bisa bantu seadanya pekerjaan di rumah”. Melalui film dokumenter ini, Nia Dinata dengan sukarela menyalurkan talentanya untuk mengangkat issu ini di tengah berkembangnya skeptisme masyarakat kita terhadap dunia pendidikan.

Sorotan pertama ke seorang anak perempuan berbadan tambun bernama praptaning budi utami, kita diperlihatkan nuning beserta seluruh anggota keluarganya sedang menjalankan solat di sudut ruangan kotak yang sempit, belum layak disebut home sweet home, sambil bercerita orang tuanya mencari nafkah dengan berjualan cilok & keripik singkong yang sudah dijalani kurang lebih 1 setengah tahun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga dan membiayai pendidikan sekolah ke empat org anak-anaknya, disini nuning berujar dengan polos namun berani kalau dia bercita-cita ingin menjadi seorang dosen, tapi dia sadar dan bingung mengingat kondisi ekonomi keluarga yang pas-pas an untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengahpun tidak bisa ia nikmati. Tapi di balik masalah yang tersisa pastinya ada secercah harapan yang datang. Dimana ternyata disekolahnya sedang mengadakan program beasiswa yang diadakan oleh putra sampoerna foundation, diapun bertekad untuk bisa ikt serta dgn teman2 yang lain agar suatu saat nanti bis naik bisa sekolah & mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Betapa kita bayangkan betapa gembira yang tidak terkira di raut wajah Nuning untuk benar-benar mengharapkan beasiswa itu dapat diraihnya demi mendapatkan pendidikan yang layak. Untuk sebuah masa depan yang lebih baik bagi dirinya sendiri, tentunya bagi "MENGGAPAI IMPIAN" semata.

Teman kita yang kedua , sebut saja aang kunaifi si kocak dan banyak gaya . Anak kecil ini tinggal hanya berdua dengan ibunya setelah ayahnya meninggal. aang bangga sekali dengan perjuangan ibunya yang seorang diri bekerja berjualan di pasar untuk membiayai pendidikan sekolahnya.Di balik kisah hidupnya yang polos,  aang bercita-cita menjadi “sesuatu” yang tidak tanggung-tanggung untuk mencapainya dan sungguh sangat memperlihatkan keberanian yang setinggi langit, yaitu menjadi seorang diplomat . Disini saya takjub dengan cerita aang yang berujar kalau rumah sederhana yang ia tempati sekarang adalah hasil jerih payah ibunya pernah pernah bekerja sebagai tkw di arab Saudi membangun rumahnya berdua dengan sang suami tanpa bantuan kuli bangunan. Aang tinggal di kota kecil yang mungkin akses informasi pun masih kurang, tapi dia tidak menyerah begitu saja, dimana ia memiliki minat belajar bahasa yang tinggi. aang yang merupakan juara bercerita dalam bahasa inggris ini mengasah keterampilannya berbahasa inggris dengan gemar dan rutin mendengarkan radio voice of America, sesuatu yang membuat hati saya gemetar & mengelus dada untuk perjuanganmu aang.Akankah aang dengan tekadnya yang begitu membara, dapat "MENGGAPAI IMPIAN" untuk pendidikannya semata. Tentunya untuk tangis yang lebih banyak daripada tawa yang dihasilkan oleh ibunya

Sosok berikutnya yang ingin coba dikupas yaitu seorang gadis bernama octafika adinda putri. Perempuan kalem dengan sebutsn octafika, sebagai seorang kristiani. Gadis ini dengan keluarga rajin ke gereja untuk mengikuti kebaktian rutin, disini pula dia bisa menyalurkan bakat bermusiknya yang dipelajari secara otodidak. Ayahnya yang hanya seorang satpam dan ibunya yang bekerja sebagai ibu rumah tangga biasa tentunya untuk melanjutkan pendidikan octa ke jenjang selanjutnya membuat orang tuanya sedikit wanti-wanti apabila octa tidak lulus tes. Akan tetapi beasiswa sampoerna foundation tentunya memiliki strategi lainnya demi octa bisa duduk di bangku sekolah menengah. Pertanyaanya akankah gadis kalem ini dengan kehidupannya yang kalem juga akan berusaha diwujudkannya untuk "MENGGAPAI IMPIAN". Meski terlihat kehidupannya bisa jadi tawa yang lebih banyak menghiasi kehidupan sehari-harinya. Tentu saja, di dalam hati kecil Okta menggapai impian tentang pendidikan tetap ada. Semoga saja kelak Sampoerba Foundation dapat membantu menggapai impiannya untuk kata pendidikan.

Sosok selanjutnya lagi-lagi seorang gadis mungil. Sebut saja namanya Rahmatilah yang tinggal di pulau kecil di ujung timur pulau jawa Madura, pulau sapudi terkenal di dunia karena populasi sapinya yang lebih banyak dari populasi manusianya. Profesi ayahnya hanya sebagai nahkoda kapal laut kecil tentu pendidikan berkualitas menjadi barang mahal untuk rahmatillah. Lanjut atau tidaknya dia bersekolah pun masih merupakan tanda tanya. Rahmatillah tak lama mendengar kabar dimana disekolahnya sedang dibuka pendaftaran beasiswa sampoerna foundation. Dengan tanpa keraguan dan tekad baja dia pun bersedia mengarungi lautan dan daratan selama belasan jam untuk singgah di kota malang tepatnya di smu negeri 10, tempat tesnya diadakan oleh Sampurna Foundation. Akankah tekad baja kita bisa dapat kita contoh dari seorang Rahmatilah. Sudah barang tentu, lagi-lagi tangis yang Rahma berikan untuk menggapai impiannya semata. Tak mengapa, karena nantinya cerita nyata yang dialaminya sendiri dapat diceritakan kepada anak dan cucunya. Bahwa untuk menggapai pendidikan yang mumpuni, kita haruslah menggapai dengan sekuat tenaga kita bukan dengan cuma-cuma dan ongkang kaki.

Lakon atau tokoh yang trakir yang disajikan dalam film ini adalsh seorang pria kecil.Cahya begitu pria ini fisapa. Pria yang mempunyai rasa PEDE yang tinggi & berani. kenapa? Dia tidak akan segan berdialog dengan penonton menggunakan bahasa inggris gado-gado logat jawa, atau campur-campur dengan bahasa Indonesia. Cahya tinggal bersama orang tua dan lima orang kakaknya, orang tuanya berprofesi sebagai tukang jamu gendong. Kesehariannya dia akan membantu orang tuanya meracik bahan rempah-rempah pembuatan jamu, di waktu lain dia turut membantu kakak laki-lakinya yang tunawicara untuk memisahkan sampah plastik di rumah. Cahya sangat bersyukur sekali dengan keadaan ekonomi keluarganya, orang tuanya masih mampu membiayai sekolahnya ke lima orang anaknya. Sambil memilah-milah sampah, cahya berujar; “Pesan orang tuaku kita harus pandai-pandai menilai yang baik dan yang buruk serta jangan lupa untuk selalu bersyukur”, sudah menjadi cita-cita cahya agar bisa melanjutkan sekolah di smu 10 malang, ingin sekali rasanya bisa membaca ratusan buku di perpustakaan yang besar ini.Tentunya Sampurna Foundation tidak akan memandang strata ekonomi bagi orang yang mengusahakan pendidikan yang mumpuni. Akankah Cahya lebih banyak menghasilkan tawa ataukah tangis untuk menggapai pendidikannya sendiri.

Film dokumenter ini pun berlanjut gambar kedua penonton melihat perjuangan ke- lima teman-teman kita dalam menempuh ujian tersebut.Tahapan tes demi tes mereka lalu dengan susah payah, dari mulai tes akademik tertulis, tes diskusi panel dan tes wawancara, yang paling lucu saat aang beraksi di depan bapak & ibu pewawancara melakukan story telling, polos, seadanya, namun atraktif dan menghibur. Dari tes inilah panelis & panitia bias menilai kemampuan, karakter & kesiapan anak-anak didiknya untuk menjadi “INDONESIA’S FUTURE LEADER” Pendidikan memang butuh perjuangan yang tidak sedikit untuk diperjuangkan untuk impian semata. Tentunya kembali tawa dan tangis yang akan diperjuangkan.

Pengambilan gambar terdahulu memperlihatkan dimana ke-lima dari kandidat beasiswa Sampurna Foundation berjuang dengan sangat untuk sebuah kata pendidikan. Pengumuman kelulusan pun tiba, dari kurang lebih 3.000 org peserta yang mengikuti tes beasiswa sampoerna foundation ternyata kursi sekolah menengah atas yang disediakan hanya untuk 1500 org, masing-masing teman kita mencari informasi lulus tidaknya mereka, ada yang melihat Koran, akses internet di warnet, kegembiraan serta haru diperlihatkan oleh keluarga cahya di rumah, kakak-kakaknya menyalami & memeluk adiknya yang akhirnya bisa melanjutkan sekolah, yang cukup mengejutkan dan membuat gregetan adalah kenyataan bahwa Rahmatillah tidak bisa merasakan euphoria kelulusan ini dengan teman-teman yang lain. Setelah melihat ternyata namanya tidak ada dalam list penerima beasiswa tersebut di koran, sedih melihat rahmatillah mencoba tetap tersenyum dan wajah orang tuanya yang muram, tapi pak guru memberi motivasi bahwa masih banyak jalan lain untuk bisa lanjut sekolah dengan kerja keras, berusaha & berdoa kepada tuhan YME disini kita diberi awakening alarm kalau masih banyak rahmatillah-rahmatillah lainnya, teman-teman dari keluarga prasejahtera yang berprestasi yang sangat membutuhkan “beasiswa” untuk bisa melanjutkan pendidikan sekolahnya….

Hasil dari obrol-obrol dengan mba nia & mba nila dari Sampoerna Foundation;

1.         Putra Sampoerna Foundation tahun ini akan membuka Sampoerna Academy di pulau Bali & Sumatera.

2.         Pemilihan 5 orang remaja yang menjadi protagonist di film ini terpilih dari 5 essay terbaik dari 3000 essay peserta lainnya.

3.         Setelah lulus bangku sekolah menengah atas, para anak-anak didik sampoerna tetap akan melanjutkan kuliah di sekolah bisnis (Sampoerna School of Businnes) & sekolah pendidik (Sampoerna School of Education) yang sudah disiapkan oleh pihak Sampoerna Foundation

4.         2 pilar penting yang dijunjung tinggi oleh Sampoerna Foundation:

5.         Menciptakan lapangan pekerjaan lewat pengembangan sikap enterpreuner

6.      Menciptakan pemimpin-pemimpin bangsa yang berkualitas lewat pendidikan

7.      Bagaimana nasib Rahmatillah & teman-teman lain yang tidak lulus seleksi penerima beasiswa Sampoerna Foundation? Jangan khawatir, lulusan-lulusan sampoerna academy banyak yang meneruskan perjuangan Sampoerna Foundation untuk membuka akses pendidikan dengan cara yang berbeda….

Pendidikan Untuk Siapa?

(Doni Swadarma)

Pendidikan, apa khabarmu hari ini?

Di tengah silih bergantinya istilah hebatmu CBSA, KBK, KTSP entah apa lagi nanti

Namun masih terasa ganjalan di benakku

Untuk siapakah engkau dinikmati?

Upik pengamen cilik, Ni’an tukang asongan, Topan preman prapatan

Mereka bukan anak sekolahan

Mereka punya sebuah mimpi,

mimpi yang sederhana : bisa makan setelah kecapean

Sementara itu ….di sekolahnya orang-orang penting

Yang tarifnya bikin kepala pusing

Michele, David dan Tobing asyik browsing sambil outting

Fasilitasnya lengkap ada yang backing

Selesai sekolah mereka kuliah

Di kampus tercinta dambaan semua

Bukannya cerdas akal dan jiwa

Bullying dan kekerasan malah mewabah!

Setelah lulus, mereka bekerja

Menjadi Menteri, direktur, birokrat, politisi atau pengusaha

Tapi mengapa bukannya membangun negeri tercinta

Sudah berpenghasilan tinggi, masih korupsi juga!

Aku bingung aku resah

Dimanakah letaknya salah

Sudah sekolah sudah kuliah

Keluar-keluar kok malah jadi lintah

Kami yang ada di sini

Cuma bisa jadi pemimpi

Bermimpi sepuas hati

Setelah bangun menangis lagi

Bukan itu yang kuharapkan

Pendidikan murah yang kuinginkan

Pendidikan yang bisa merubah

Semua kezholiman menjadi keadilan!

*Dengan pendidikan kita bisa memutuskan rantai kemiskinan, dengan pendidikan tidak ada lagi orang-orang Indonesia yang harus mencari nafkah dengan menjadi tenaga kerja di luar negeri,, dengan pendidikan pun Indonesia bisa menjadi bangsa


Comments