Dian Sastro di dalam rasa dan peran " Kartini "

Tepat 76 tahun yang lalu bangsa kita sudah merdeka dari penjajahan. Waktu yang sama sekali tidak sedikit yang di lalui dan di perjuangkan pejuang proklamasi Soekarno-Hatta memperjuangkan kemerdekaan RI dengan susah payah. Tapi tentunya belum sepenuhnya Indonesia sudah merdeka dari segala aspek yang ada di Indonesia. Sudahkah kita memberi arti untuk kemerdekaan bangsa kita sendiri? Bangsa kita adalah bangsa yang sangat besar, negara kepulauan dan negara tropis yang sangat kaya beraneka ragam hasil nabati dan sumber daya alam lainnya yang ada. Akan tetapi sebagai bangsa kepulauan yang sangat besar dari sabang sampai merauke SDM yang dimiliki oleh bangsa kita sendiri belum sepenuhnya mengolah hasil bumi yang ada di negeri kita sendiri. Bangsa yang besar tentunya tidak melupakan jasa dan perjuangan yang akan di teruskan oleh kaum para pemuda- pemudi Indonesia sendiri. Semoga pemuda dan pemudi Indonesia paham sepenuhnya pendidikan bagi diri mereka sendiri mutlak adanya dan harus di perjuangkan setinggi-tinggi nya untuk menggapai setiap impian mereka sendiri. Tentunya Dian Sastro sendiri melakukan riset dan penelitian tersendiri bagaimana dia harus bisa memerankan karakter “Kartini” ini dengan baik dan sepenuh hati. Kesempatan tidak akan datang dua kali bagi diri Dian. Dian pun menuturkan kesempatan untuk berperan sebagai Kartini sangat membantu dirinya di dalam berkarier. Dian memaparkan bahwa dia belajar banyak di dalam memerankan Kartini yang mempunyai semangat pantang menyerah di dalam kesulitan yang sangat terdesak sekalipun. Meskipun di dalam masa yang tentunya kita semua tau bahwa menjadi bangsawan ada masa pingitan tersendiri sembari menunggu pasangan hidup laki-laki yang akan meminangnya. Begitu membosankan dan tidak ada tujuan hidup di saat menunggu saat-saat seperti itu Kartini bisa saja patah semangat. Tetapi hal itu sama sekali tidak terjadi di dalam diri Kartini yang malah menemukan energi tersendiri untuk tetap berjuang dan memberikan energy yang di punayi kepada sesama wanita terutama. Selain itu Dian riset yang di lakukan oleh Dian tentunya dengan membaca tulisan-tulisan tangan dari Kartini untuk dapat memahami peran yang akan di lakoninya itu. Di mana dari sisi sutradara Kartini yaitu Hanung menyampaikan bahwa RA Kartini mengajarkan kepada kita semua budaya literasi terutama di kalangan wanita yang masih di anggap tabu di masa itu. Di situlah letak sisi Kartini yang akan di angkat di dalam film kolosal ke sekian kalinya yang di produksinya. Nah, tentunya kita semua ingin tau hal apa saja yang di lakukan Dian Sastro di dalam film epic pahlawan pendidikan untuk kaum wanita untuk mendalami perannya. Bagi Dian sendiri, film ini adalah film kolosal pertamanya yang di perankan di mana di film-film sebelumnya film yang di perankan Dian sebagian besar berlatar belakang bertema drama cinta remaja. Dian Sastro yang mulai di kenal masyarakat Indonesia sejak bermain di film “ Ada Apa dengan Cinta, ia terus mengasah karir di dunia seni perannya. Nah, di film Kartini Dian harus melalui 5 tantangan ini dengan harapan bisa memerankan karakter Kartini ini dengan lebih mendalami dan masuk ke dalam karakternya tentunya. Hal yang pertama yang harus Dian lakukan adalah Dian harus bisa berbahasa Belanda untuk beberapa kalimat di dalam film ini dan tentunya juga harus tau arti dari kalimat tersebut. Bukan main-main ternyata tuntutan di dalam film Kartini ini untuk Dian Sastro. Sepertinya dia butuh pengajar bahasa Belanda yang mana harus mengajarkan bahasa Belanda supaya lebih memahaminya. Setelah tantangan yang pertama berhasil di lewati oleh Dian yaitu belajar bahasa Belanda yang mana memang di zaman itu bangsa Indonesia mengalami penjajahan bangsa Belanda selama 350 tahun. Tentunya Kartini yang masih merupakan bangsawan untuk berkomunikasi di tuntut untuk paham sedikit banyak bahasa Belanda. Tantangan ke dua yang harus di lakukan oleh Dian adalah tentunya tak bukan dan tak lain adalah Dian harus mendalami peran sebagai Kartini sebaik dan se persis yang dia pahami. Tentunya Dian sebelum menjalani peran sebagai Kartini, dirinya membaca surat-surat yang pernah di tulis oleh Kartini itu sendiri mulai dari habis gelap sebelum terang dan tulisan tangan- tangan lainnya yang di tulisnya semasa ia menjalani masa pingitan. Itulah yang di jalankan oleh Dian Sastro supaya dirinya bisa menjadi sosok Kartini sesuai dengan tuntutan sutradara Hanung Brahmantyo dan Robert Ronny. Bukan Dian Sastro namanya kalau tidak menjiwai peran yang di mainkannya di tiap film yang di perankannya. Nah, di dalam peran Kartini ini Dian di tuntut untuk dapat menahan emosi dengan cara yang berbeda dari yang sebelumnya. Dalam artian peran yang belum pernah di lakukan sebelum-sebelumnya. Dian harus dapat memberikan emosi dengan yang cara yang belum pernah ia lakukan sebelumnya dengan satu catatan tersendiri di mana ia harus melakukannya dengan intensitas yang tinggi. Ini yang di lakukan oleh Dian terus menerus untuk dapat mengasah seni peran yang di lakukannya sebelum sebelumnya yang belum pernah ia lakukan. Dan terbukti di dalam peran Kartini ini, Dian dapat men-deliver pemahaman emosi-emosi tersendiri di beberapa scene mulai dari dia harus di pingit sembari menunggu pasangan hidupnya, menenangkan saudara perempuannya yang menikah dahulu di banding Kartini dan harus mengikuti resepsi pernikahannya. Dan menanti dirinya adalah giliran berikutnya yang harus siap menjadi bangsawan dan menyandang gelar Raden ajeng. Emosi di mana Kartini menyampaikan syarat-syarat apa saja yang harus di lakukan oleh pasangan hidupnya kalau mau bersanding dengannya. Dan emosi yang menurut saya sangat mengena adalah di saat dirinya berpamitan dengan Mbok ( Yu) Ngasimah yang mana adalah pengasuhnya semasa kecil sampai ia dewasa. Pengasuhnya inilah yang menjadi konflik di dalam film ini di mana ia bersitegang dengan ayahnya bahwa ia di larang untuk tidur dengan pembantunya. Saya sebagai penulis ikut merasakan emosi dari Kartini ini sendiri, di mana ia memaikan dengan sangat apik bahwa ia pun mempunyai tanggung jawab untuk berpamitan dengan pembantunya semasa kecil. Dian Sastro sukses di dalam memainkan perannya kesekian kalinya di dalam peran Kartini ini. Bukan sembarang hal yang di lakukan oleh Dian Sastro di dalam peran Kartininya ini, di mana di dalam mendalami perannya ia melakukan studi pustaka terlebih dahulu. Apa saja yang di lakukan oleh Dian lalu? Tentunya ia mencari sumber-sumber literatur, sumber bacaan tentang Kartini , mencoba memahami emosi seperti apa yang di tulis oleh Kartini di dalam setiap surat yang di tulis nya. Kartini adalah seorang yang teliti di dalam setiap hal yang di lakukannya di mana ia rajin untuk menorehkannya di setiap tulisan. Secara Kartini adalah seorang pembaca sejati tentunya. Dian menyampaikan di dalam memainkan peran, sedikit banyak harus tau jalan pikiran seperti apa. Setelah tantangan ke tiga berhasil di lewati oleh Dian Sastro. Tantangan ke- empat yang harus di lakukannya adalah tak lain dan tak bukan ia berkesempatan untuk bersanding peran dengan actor kawakan sebesar Christine Hakim. Kesempatan langka ini tidak di sia-sia kan begitu saja oleh Dian tentunya di dalam film Kartini ini. Christine yang dengan setia dan berbesar hati mengajari anak didiknya ini di dalam peran yang di lakukan Dian supaya dapat lebih menjiwainya tentunya. Itu hal yang tidak mungkin di lupakan oleh Dian tentunya untuk bisa bersanding ke sekian kalinya dengan aktor kawakan Christine Hakim. Untuk tantangan yang ke lima- Dian tentunya sangat senang sekali bisa mendapatkan peran sebagai Kartini di dalam film Kartini ini. Mungkin bisa jadi peran yang ia sangat bangga-banggakan sepanjang peran yang ia mainkan sepanjang karirnya. Bisa jadi dengan film Kartini, Dian menjadi batu loncatan agar lebih dapat mendapatkan peran yang lebih baik baik lagi ke depannya. Harapan Dian dan pendapatnya setelah memainkan film Kartini untuk kaum wanita. Masih banyak sekali kaum Wanita yang harus di perjuangkan lagi sampai dengan sekarang tentunya. Bagaimana kita bisa melupakan begitu saja perjuangan dari Kartini dengan susah payah dan setengah mati bahkan sampai ke jenjang pernikahan pun sebagai persyaratan mutlak suaminya harus bisa mendukung sepenuhnya bilamana ia terjun di dunia pendidikan dan wanita terutama. Setelah Kartini sebagai pahlawan pendidikan untuk kaumnya, masihkah dari kita sendiri terutama sebagai kaum wanita yang sudah di perjuangkan hak nya dari segi pendidikan dan sampai sekarang masih belum memahami apa yang harus di lakukannya? Mari kita pikir lebih baik lagi bahwa pendidikan adalah syarat mutlak sesuai dengan porsi talenta dan bakat yang di miliki masing-masing orang tentunya. Dengan tujuan dari pendidikan masing-masing kaum wanita yang sudah di tempuhnya dapat memberikan kontribusi tersendiri bagi lingkungannya , bagi sesamanya, bagi institusi tak luput bagi negeri Indonesia tercinta. Semoga jerih lelah payah Kartini dapat di teruskan oleh kaum wanita Indonesia dari zaman ini sampai dengan seterusnya dan di teruskan estafet perjuangan Kartini. Tetap maju pendidikan kaum wanita untuk Indonesia.

Comments