Investasikan waktumu sebaik mungkin untuk keluargamu sendiri
Investasi
waktu untuk keluarga tidak ada yang sia-sia sama sekali
Waktu di dunia singkat sesingkat kapan tidak
aka nada yang tahu kapan itu, jadi lakukan waktu dengan sebaik-baiknya saja. Firman
Tuhan juga jelas di pengkotbah 1 ayat 3 di sampaikan bahwa segala sesuatu ada
masanya dan waktu Tuhan pasti indah pada waktunya. Seperti ini kita mungkin
akan berpikir mengapa kita harus memberikan waktu yang terbaik untuk keluarga
kita. Alasannya antara lain seperti ini di mana jika kita punya waktu dengan
keluarga itu tidak bisa hanya waktu yang biasa-biasa saja tanpa kita tidak
merawat hubungan dengan keluarga kita sendiri. Jadi yang harus kita lakukan
adalah kita harus menyediakan waktu yang ada dengan keluarga kita sendiri
dengan cara merawat satu dengan yang lain.
Tujuannya tentu saja supaya ada bonding atau adanya ikatan antara satu
dengan yang lain. Yang mana biasanya antara anggota keluarga satu dengan yang
lain sibuk satu dengan yang lainnya.
Contoh konkretnya
seperti ini sang ayah sebagai pencari nafkah sibuk mencari nafkah sendiri dari
pagi sampai menjelang malam, lalu hanya sekelebat saja sesampai di rumah
menyapa anggota keluarga yang lain. Lalu sisanya hanya waktu di saat meja makan
dan bercengkerama satu dengan yang lain. Selepas itu , kita akan menghabiskan
waktu kita sendiri-diri di kamar kita masing-masing. Bagi keluarga yang berada
yang memiliki dan di fasilitasi kamar sendiri-sendiri hal itu akan menyenangkan
adanya. Bagaimana dengan adanya keluarga yang di bawah rata-rata misalnya dari
ekonomi pas-pas an yang harus berjuang mengais kehidupan mereka hanya dari hari
itu saja. Bagaiman dengan keluarga yang hanya di lindungi rumahnya dengan atap
seadanya dan alas tanah yang seadanya pula. Mereka mau tidak mau harus
bersyukur dengan tempat tinggal yang mereka punyai dan mereka harus bertumpu di
satu atau dua ruang saja misalnya. Hal itu akan terlihat memilukan bagi mereka
, tetapi dari mereka justru kita bisa belajar bahwa bonding atau hubungan batin
mereka lebih dekat satu dengan yang lain.
Mari kita terus membangun hubungan kita dengan anggota keluarga yang
lain yang mana itu nantinya akan menjadi investasi bagi diri kita dan mereka sendiri
nantinya. Lalu sudahkah dari kita membangun hubungan dengan orang tua dan
saudara kita sendiri? Kita sendiri yang tahu jawabannya seperti apa di dalam
keluarga kita sendiri tentunya, apakah masing-masing dari kita sudah
menginvestasikan waktu kita dengan tepat dan benar kepada masing-masing
keluarga kita sendiri. Misalnya antara orang tua dengan anak-anak mereka,
sebaliknya antara anak-anak kepada orang tua. Hal ini mungkin tidak terlalu
mudah anak muda di zaman now untuk menginvestasikan waktunya untuk orang
tuanya- di mana mereka sudah sibuk dengan kegiatan dan aktivitas mereka
sendiri. Nah, di sini peran orang tua akan lebih di tekankan dan di pakai lagi.
Bagaimanapun di butuhkan waktu tersendiri antara anak dan orang tua , yang mana
mereka bukan saja mengenal dari sisi luarnya saja akan tetapi sisi dalamnya. Jangan
lupa untuk terus menginvestasikan waktu kita kepada anggota kelurga kita untuk
investasi masa depan. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah dengan adanya
emotional attachment antara anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya kita
mempunyai kedekatan tersendiri dengan anggota keluarga kita.
Saya coba
bagikan atau paparkan lebih dalam di dalam pengertian atau ilustrasi di
kekristenan. Contoh yang tepat untuk di
bagikan untuk hubungan orang tua dengan anaknya salah satunya adalah
antara raja Salomo dengan anaknya Rehabeam. Coba kita lihat hal yang mencolok
yang bisa kita lihat hubungan emotional bounding mereka di dalam keluarga mereka, antara ayah dan anak sepertinya
mereka tidak mempunyai hubungan waktu yang mumpuni. Bagaimana tidak seperti
yang bisa kita ketahui bahwa buah tidak akan jatuh jauh-jauh dari akar atau
pohonnya sendiri. Yang artinya adalah kalau kita melihat kita sebagai anak dari
orang tua kita, orang lain akan dengan mudah nya bisa melihat dari orang tua
kita sendiri. Bagaimana mereka mendidik kita, bagaimana mereka memberikan
pendidikan moral dan akademis misalnya kepada kita sebagai anak-anak mereka
masing-masing. Di sinilah peran orang tua akan memberikan peranannya yang
maksimal kepada anak mereka sendiri. Kalau orang tua memberikan pendidikayang
baik kepada anak mereka sendiri, bagaimana Rehabeam sebagai anak dari Salomo di
saat menjadi raja di saat itu tidak bisa mengatur kerajaan yang di dapuknya dengan
baik. Padahal di saat Salomo menjadi raja, rakyatnya hidup makmur dan tanpa
kekurangan apapun. Bisa kita lihat perbedaan yang mencolok di antara ke dua raja
tersebut tentunya. Pertanyaannya yang perlu kita pikirkan di sini adalah apakah
Salomo sudah memberikan waktunya yang terbaik untuk anaknya sendiri dengan
bekal yang cukup untuk menjadi seorang raja? Kita bisa belajar banyak sekali di
dalam hal ini boleh saja kita sebagai kepala rumah tangga mempunya jabatan yang
tinggi sekalipun, akan tetapi jangan sampai kita mengindahkan peran utama kita
sebagai ayah dan suami di dalam keluarga kita sendiri. Sudahkah kita
mengalokasikan waktu kita sendiri untuk keluarga kita masing-masing lalu? Jangan
sampai nanti yang ada yang terjadi terlambat adanya menyesal dan kita tidak
bisa lagi mengulang apa yang belum bisa kita berikan sebelumnya untuk keluarga
kita sendiri, terutama kepada keluarga kita sendiri. Jadi, mulai sekarang di
waktu yang masih kita miliki saat ini kita bisa mengatur waktu kita dengan
sebaiknya untuk keluarga kita sendiri. Mungkin di dalam benak kita, mengapa
kita masing-masing tidak atau belum mengalokasikan waktu kita sendiri untuk
orang tua kita sendiri, kepada saudara kita misalnya dan lain-lainnya. Ada yang
berpikir untuk apa sedemikian rupa kita memberikan waktu kita untuk keluarga
kita sendiri? Toh, dengan komunikasi seadanya sudah cukup adanya misalnya. Atau
ada yang berpikir misalnya komunikasi dengan keluarga sendiri, buang-buang
waktu percuma saja yang ada? Tidak praktis dan lain sebagainya? Semuanya
kembali kepada kita masing-masing untuk hal yang satu ini dan bagaimana kita
memaknai waktu itu sendiri untuk keluarga kita? Hal ini mungkin menjadi hal dan
prasarana bagi kita sendiri yang mana kita tinggal berjauhan dengan keluarga
kita, apakah ada hal haru dan rindu jika kita tinggal berjauhan dengan orang
tua kita masing-masing? Coba kita maknai hal ini untuk lebih memberikan waktu
yang paling berharga untuk keluarga kita sendiri lain dari pada itu selama
mereka masih ada di dunia ini dan jangan sampai kita menyesal yang ada.
Alokasi waktu yang
terbaik untuk keluarga , mungkin terdengar sepele yang ada tapi dengan adanya
hubungan atau ikatan yang mendalam antara anggota keluarga yang satu dengan yang
lainnya. Hubungan bisa terbina dengan harmonis satu dengan yang lain, bila ada
masalah bisa di selesaikan dengan kepala yang dingin bukan dengan ego
masing-masing. Meski hal itu tidak bisa serta merta dapat di selesaikan begitu
saja dan butuh waktu dan penyesuaian antara anggota keluarga yang satu dengan
yang lain di dalam menjalankan aktifitas mereka masing-masing. Coba kita
renungkan hal yang satu ini, di mana di saat kita mengalokasikan waktu kita
untuk anak-anak kita sendiri, hasilnya akan menjadi magnificent atau luar biasa
yang ada yang artinya bisa di gunakan untuk keturunan mereka nantinya kelak
alias warisan semata. Di mana hal ini sama sekali tidak bisa di beli dengan
materi semata hanya bisa kita lakukan dengan satu-satunya cara yaitu dengan
mengaloksikan waktu kita yang kita punyai selama kita mampu. Hal itulah tentu
butuh pengorbanan dan kita yang mempunyai cara tersendiri untuk bisa
mengalokasikan waktu kita kepada anak-anak kita yang nantinya mereka akan pakai
di dalam kehidupan mereka berikutnya tali estafet itu kepada keturunan mereka
dan seterusnya dan seterusnya. Bila kita tidak memberikan waktu kita kepada anak-anak
kita, bisa jadi mereka tidak mendapat impactnya atau peran yang di berikan oleh orang tua mereka tidak
terlaksana dengan semestinya. Bagaimana dengan sekalian dari kita , apakah kita
orang tua ataukah anak-anak di dalam keluarga kita sendiri? Sudahkah kita
menjalankan peran kita yang semestinya di dalam keluarga kita masing-masing? Apakah
kita mengalokasikan waktu kita dengan baik untuk orang tua di sela kesibukan
kita dan yang sebaliknya apakah orang tua juga sudah mengalokasikan waktunya
kepada anak-anak mereka? Karena dengan cara demikian generasi berikutnya
nantinya yang akan menikmati dari apa yang sudah di tanamkan oleh orang tua
mereka selama mereka hidup. Semoga masing-masing dari kita terus belajar untuk
mengalokasikan waktu kita dengan sebaik mungkin tanpa mengesampingkan pekerjaan
kita di keseharian. Yang penting kita
tidak mengindahkan pekerjaan yang mejadi pekerjaan utama kita untuk mencari
nafkah baik kita belum mempunyai pasangan ataukah yang sudah mempunyai
pasangan. Bagi kita yang sudah mempunyai pasangan, usahakan juga komunikasi
yang kita jaga dan bina untuk pasangan kita masing-masing tentunya.
Di dalam kehidupan di dunia ini kita tentunya
harus terus belajar untuk segala sesuatunya terutama belajar di dalam kehidupan
kita sehari-harinya. Terutama bagi pasangan yang sudah menikah saat ini tidak
mudah untuk dapat terus membina hubungan yang harmonis antara satu dengan yang
lainnya apalagi tinggal di kota metropolitan yang mengharuskan kita bergerak
dan aktifitas satu dengan yang lainnya. Sepertinya komunikasi antara pasangan
menjadi hal yang kesekian jika kita tidak memupuknya dengan cara yang benar dan
tepat, tetapi belajarlah dari hal yang sebelumnya di saat kita belum masih
dalam tahap penjajakan akhirnya ke tahap serius. Tentunya untuk mempunyai
hubungan yang harmonis di keluarga kita, kita harus memupuknya dan mengusahakannya
ke arah yang baik seterusnya tentunya. Ada banyak cara yang bisa kita lakukan
untuk keluarga kita masing-masing apakah antara pasangan kita sendiri atau
antara anak-anak kita. Kita bisa coba belajar dari pribadi Yesus dengan
sendirinya di saat mengajar untuk murid-muridnya di saat berkomunikasi dengan
umatnya secara langsung. Ada banyak hal yang secara langsung di praktekkan oleh
Yesus di saat berkomunikasi. Salah satnya yaitu dengan langsung praktek di
danau dengan beberapa jemaatnya, bercakap-cakap dan langsung mengadakan
mukjizat di saat ada yang memintanya untuk di doakan misalnya untuk kesembuhan,
untuk di bangkitkan dari kubur misalnya dan lain sebagainya. Mari kita sebagai
pengikut kristus untuk terus memberikan cara komunikasi yang kita pupuk kian
harinya bukan dengan cara monoton antara orang tua ke anaknya. Saya pun terus
belajar bahwa dengan kita mendekatkan diri dengan orang tua, ada baiknya tidak
menjadikan anak untuk menerima saran semata. Tetapi dari pandangan mata saya
terhadap teman-teman saya yang lainnya, di mana di saat orang tua menjadikan
anaknya sebagai teman atau sahabatnya sendiri. Anak-anak akan lebih merasa
rikeks dan tanpa beban ketika mencurahkan isi hatinya kepada orang tua sendiri,
jadi mereka santai di dalam mengungkapkan curahan isi hati mereka kepada orang
tua mereka sendiri secara jujur dan terbuka layaknya teman atau sahabat.
Komunikasi itu layaknya 2 jalur peran antara kedua belah pihak , ada pihak yang
sedang mau mendengarkan dan tentunya ada pihak yang memberikan opini atau
masukan atau saran. Maka dari itu,
dengan tidak menggurui mari kita terus memberikan waktu komunikasi kita
sebaik mungkin kepada keluarga kita sendiri. Sekarang ini sudah banyak cara
yang bisa kita lakukan dengan call di social media kita sendiri, video call
dengan menatap langsung dan mengetahui apa yang sedang di kerjakan orang yang
sedang kita telpon. Semoga dengan komunikasi yang baik dan mumpuni yang selalu
kita pupuk hari lewat hari, hubungan kita tetap terjaga harmonis dan baik
antara satu keluarga dengan keluarga lainnya.
Comments
Post a Comment